About

Egik Yojana. I love My Mom. Mom, you are my everything. Love Mom more than everything. Ibu = Malaikat Dunia dan Akhirat :)

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 13 Mei 2013

DAUN GUGUR TAK TERSAPU

Dalam lamunanku, aku teringat
Teringat belaian lembutmu, bunda
Teringat senyum manismu, bunda
Aku teringat segala memori penuh tawa

Bunda, aku rindu akan senyummu
Bunda, aku rindu akan perhatianmu
Bunda, aku ingin memandang senyummu itu

Lihat di halaman depan
Dedaunan itu makin sering berguguran
Mereka menanti untuk disapu, bunda
Mereka menanti angin berhembus menggantikanmu

Kini, aku sendiri berangan di tengah ambang mimpi
Aku berangan bersamamu lagi
Berbagi segala resah gundah di dalam dada
Terus berjuang, melawan rasa rindu padamu

Rindu ini menyakitiku, bunda
Ibu, tenanglah di sana
Di sini, tetap kulihat wajah manismu di antara taburan bintang malam

Tuhan, beri ia tempat yang istimewa
Bintang, sinari selalu wajah manisnya agar tetap kupandang di tengah malam
Angin, sampaikan gejolak rindu ini padanya
Sampaikan padanya, rasa rinduku penuh sayang padanya

Senin, 29 April 2013

Jerit Sesal Di Ujung Senja


“Ibu.. Ibu di mana? Ini sudah senja bu.. Ibu di mana?” jeritku lelaki remaja manja yang menunggu kehadiran ibu di pojok gubuk tua nan reyot ini. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi ibu belum juga datang dari mencari nafkah. Sedari tadi, aku hanya duduk terpaku mendengar gerak jarum jam yang berdetak penuh resah. Seperti apa yang kurasakan saat ini. Ingin sekali aku bertemu ibu. Aku ingin minta maaf, tadi pagi aku sempat pergi keluar rumah tanpa sepengetahuan ibu. Aku menyesal, aku tidak mau melihat ibu yang terakhir kalinya tanpa senyum. Astaghfirullahhal’adzim.. kenapa aku berfikir seburuk ini. Aku harus tenang.
            
Adzan maghrib sudah berkumandang. Shalat dulu, agar jiwa ini sedikit lega. Akan kusisipkan doa untuk ibu tersayang. Ibu, cepat pulang!
            Selesai shalat maghrib, aku menuju ruang depan. Masih resah menunggu bunda tersayang. Ibu masih belum datang. Ibu di mana? Elok nian senyum sang rembulan masih setia menemaniku menanti kehadiran bidadari di dunia. Bunda. Sudah hampir 45 menit aku duduk di sini. Tapi, ibu tetap belum datang. Tuhan, jaga dia di sana.. Sayangi beliau Tuhan seperti beliau menyayangi saya selama hidup ini. Amiin J
          

Senin, 15 April 2013

3 KEBOHONGAN IBU SELAMA DI DUNIA


Ibu. Sosok yang tak asing lagi bagi kita. Di sini, saya akan mengulas 5 kebohongan ibu di dunia. Mungkin sebagian besar dari anda tidak begitu percaya jika ibu pernah berbohong kepada kita. Sebenarnya semua kebohongan ibu juga untuk kebaikan kita. Beberapa kebohongan ibu, diantaranya :
  1.      Saat memilih antara hidup dan mati.

Di sebuah rumah sakit, terdengar suara jerit kesakitan dari seorang ibu yang hendak melahirkan. Ayah / suami dari wanita tersebut, serta kedua anaknya terlihat kebingungan dikarenakan dokter berkata bahwa hanya akan ada satu yang harus selamat. Dan mereka harus memilih antara ibu dan bayi di dalam perut tersebut. Karena mereka kebingungan, maka si dokter terpaksa menanyakan hal ini pada sang ibu. Tak terduga, jawaban dari ibu tersebut adalah “selamatkanlah jiwa anakku, dokter. Biarkan saya saja yang beranjak terlebih dahulu” sebenarnya, dalam benak hatinya si ibu sangat ingin dan berharap dalam bisa mengasuh darah dagingnya. Tapi, apa daya inilah perjuangan seorang ibu pada anaknya. è kebohongan ibu yang pertama.

2.   Saat makan malam.

Suatu malam, seorang anak makan malam bersama keluargnya. Ayah, ibu, adik, dan kakaknya. Dikarenakan masakan ibu malam itu sangat spesial dan lezat, anak itu selalu merasa kurang dan selalu ingin memakannnya lagi dan lagi. Saat semua telah selesai makan, anak itu dan ibunya belum selesai makan. Semua sudah meninggalkan meja makan namun anak tersebut dan ibunya masih bertahan di sana. Di meja masih ada 1 potong ikan tuna, dan dia ingin sekali makan itu namun ibu belum sempat merasakannya. Si anak berkata “bu, aku pengen tuna itu. Boleh kumakan?” ibu dengan sabarnya menjawab “makan saja, nak. Ibu sudah kenyang” è kebohongan ibu yang kedua.

3.     Saat tidur.

Malam itu dingin. Dinginnya sampai menusuk tulang. Walaupun sudah menggunakan selimut tebal, seorang anak masih sibuk menghangatkan tubuhnya. Ibunya yang melihat si anak sibuk dengan sendirinya, merasa tidak tega. Saat si anak sudah mulai memejamkan mata dan melangkah menuju alam mimpi, ibunya juga beranjak menuju tempat tidur si anak tersebut. Di ambilnya selimut yang sejak tadi melilit di tubuhnya sebagai pengumpul kehangatan. Diletakkannya di atas selimut si anak tadi. Jadi si anak menggunakan dua selimut. Anak tersebut terbangun dari tidurnya dan bertanya “lho kok buat aku, ibu gimana? Nggak dingin?” dengan penuh perhatian menahan dingin yang mendalam, si ibu menjawab “pakai saja, nak. Ibu sudah merasa hangat” è kebohongan ibu yang ketiga.

Sebenarnya, masih banyak kebohongan ibu di dunia. Dan kebohongan itu adalah untuk kebaikan anaknya semata. Tapi, hanya ini yang dapat saya temukan. Semoga artikel ini dapat berguna bagi anda maupun saya sendiri. 

Senin, 08 April 2013

Perhatian Ibu Lebih Dari Perhatian Dia


Perhatian ibu lebih besar daripada perhatian dia. Itulah materi yang saya junjung kali ini. Saya mendapat inspirasi dari hal ini dari ibu saya sendiri. Dan cerita yang saya junjung kali ini adalah cerita yang benar – benar saya alami. Memang benar, perhatian yang dicurahkan dia (pujaan hati saya) masih jauh dari kategori perhatian ibu saya. Dan mulai saat itu, saya mulai paham, yang paling mengerti dan memahami saya bukanlah sahabat, teman, kekasih, bahkan musuh. Yang benar – benar paham tentang saya hanyalah ibu. Bahkan ibu mengerti hal tentang saya yang saya tidak pernah pahami.
            Sore itu, saya pulang agak larut karena ada ekstrakulikuler. Dan kejamnya lagi, saat saya turun dari bus keadaan sudah hujan deras. Tapi, saya belum sampai rumah. Saya masih sampai pasar dan untuk sampai rumah saya harus dijemput di pasar tersebut. Keadaan sore itu mistis. Hujan deras, langit gelap, ditambah suara petir yang sambar – menyambar. Untungnya, saat menunggu jemputan saya tidak sendiri. Banyak orang yang berteduh dari terpaan angin sore yang harusnya lembut menyapa menjadi garang penuh amarah.
            Sesampainya di rumah, saya segera mandi dan bersiap shalat maghrib. Saya belajar ditemani sosok wanita yang telah menemani saya hingga 14 tahun berada di dunia. Wanita itu akrab kusapa Mama. Wanita yang terlamapu sering menjawab pertanyaan dan kata – kata yang tak pernah henti tersirat dari mulut ini. Wanita yang terlampau sering mengelus lembut rambut dengan curahan do’a manis. Hanya Mama yang terlampau sering melakukan hal itu. Tak tertandingi.
            Hanya Mama yang paling setia mendengarkan segala curahan hati saya. Hanya Mama yang mampu menuntun saya keluar dari sebuah kegelapan masalah. Pertamanya saya bercerita tentang ‘ alergi ‘. Dan saya berkata “alergi itu yang gimana to, ma?” kudengar lantunan kata terurai lembut dari bibir manisnya dan berkata “alergi itu waktu kulitmu semua jadi merah”. “gatal nggak, ma?” pertanyaanku masih berlanjut. “ya, mana mama tau kan mama nggak pernah ngrasain. Harusnya kamu yang tau, soalnya yang pernah ngrasain itu kamu” jawab mama sabar. Aku kaget, “lho aku pernah alergi to, ma? Kapan? Alergi apa?” pertanyaanku kunjung memuncak. Mama tertawa kecil sambil menjawab “pernah. Dulu waktu masih kecil alergi sama antibiotik”. “masih kecil? Sama adek kecilan siapa?” mama menjawab “masih kecilan kamu, mata kamu waktu alergi itu merah dan semua kulitmu juga merah. Makanya, sekarang kalau ke dokter mama selalu pesen nggak usah pakai antibiotik” mama njawabnya sabar banget. J
            Saya salut, pengen nangsi rasanya. Mama hebat, paham banget tentang saya dan saya tidak terlalu paham tentang Mama. Mama hebat, mama tahu hal tentang saya yang saya sama sekali tidka paham. I LOVE YOU, MOM !! 

Jumat, 29 Maret 2013

Melangkah pada Jalan Sendiri


Melangkah pada jalan kita sendiri terkadang memang terbilang sulit. Terkadang kita masih ragu untuk mulai melangkah. Padahal untuk mencapai mimpi kita, kita harus berani ambil resiko. Sebut saja dengan keraguan, hal itu menandakan bahwa kita belum berani ambil resiko yang terlalu tinggi. Kita masih belum bisa percaya sepenuhnya pada diri kita sendiri. Kita masih sering percaya pada perkataan orang lain. Tapi, kita perlu mengerti bahwa jika hanya mempercayai perkataan orang lain dan enggan untuk melangkah pada jalan sendiri, akhirnya akan menjerumuskan kita pada hal yang sama sekali kita tak paham. Kita sering berkata "takut" sebelum mencoba. Hal ini sama saja kita merendahkan diri sendiri. 
Suatu kemenangan biasanya diawali dari kepercayaan diri. Dalam hal melangkah di jalan sendiri, kita tak perlu mengerti di mana ujung jalan ini. Kita hanya perlu percaya, bukan mengerti! Ingat ini! Namun, kita tidak bisa sembarangan memilih jalan yang kita pecaya dan melangkah di sana tanpa kendaraan. Bisa saja kita terpeleset dan langkah kita berhenti di tengah jalan. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melangkah, beberapa diantaranya :
1. Percaya 
Percaya bahwa jalan kita ini yang terbaik untuk kita. Dan ini adalah jalan yang diciptakan Tuhan untuk kita.
2. Memilih kendaraan yang tepat
Layaknya pengendara pada umunya, mereka pasti membutuhkan kendaraan untuk melalui perjalanan yang panjang. Yang dimaksud kendaraan di sini adalah dukungan dan kemauan. Apa yang kita mau, mari kita lakukan dan perhatikan juga dukungan dari pihak keluarga atau yang lainnya.
3. Persiapkan bekal yang matang
Semua hal perlu usaha. Bukan hanya sekedar usaha tapi juga doa kepada Tuhan. Semakin matang persiapan   kita, maka semakin besar pula kemungkinan kita mencapai kejayaan.
4. Hati - hati
Berhati - hatilah dalam melangkah. Jika ada jurang, jangan masuk ke dalamnya. Tapi, hindari lubang itu. Jika kita sempat terjatuh di tengah jalan, kita harus bisa bangkit! Yakini bahwa kita bisa!
Sebenarnya masih banyak cara yang bisa kita lakukan. Tapi, hanya ini yang bisa saya pahami selama ini. Semoga bermanfaat. Dan semoga sukses dalam melangkah :) Tuhan selalu ada untuk kita semua :)

Kamis, 28 Maret 2013

Kau Tak Selamanya Benar!

Pagi ini, senyum mentari makin lebar saja. Hari ini terasa berbeda. Entah karena apa. Kulemparkan selimut yang sejak tadi malam melilit tubuhku, ingin rasanya segera beranjak dari duniaku malam tadi. Kuharap pagi ini bisa lebih baik dari kemarin. Hari di mana harus ada pertengkaran hebat dengan sahabat sendiri. Tapi ya, lupakan! Itu terjadi kemarin, dan semoga tidak terjadi hari ini.
Kurasa, pertengkaran kemarin adalah hal yang konyol. Aku merasa bodoh kemarin. Bodoh sekali aku yang mau berdebat dengan seorang 'petinggi' kelasku. Jelas kalah pastinya. Pendukungnya dia lebih banyak daripada aku. Emang aku siapa di kelas? Mungkin hanya sekedar 'kacung' yang tak pernah tau mengapa harus terlahir dan hadir untuk selalu dipermalukan di depan mereka. Biarlah, lupakan! Itu kemarin, bukan hari ini.
"Nak, cepat mandi... Udah jam setengah enam ini.." suara Ibu cetar langsung masuk ke telingaku.
Ya Tuhan! Setengah enam? Mati dah! Langsung aku berlari ke kamar mandi, mandi secepat - cepatnya. Kalau bisa lebih cepat dari seorang pelari. Akhirnya selesai juga.. Kulihat jam, si jarum panjang sudah ada di angka 10 dan si pendek sudah ada di angka enam. "Aduh! jangan sampek telat lagiii"
Sesampainya di sekolah, seperti biasanya. Bel masuk sudah berbunyi. Aku ikhlas menjalani hari ini. Biarpun harus hanya terdiam dan tak harus melakukan hal penting seperti para 'petinggi' kelas ini. Kuhrap hari ini tidak ada perdebatan lagi. Aku sudah benar - benar nggak kuat kalau harus dipermalukan lagi. Sebenarnya sudah sejak dulu aku ingin melontarkan segala kebencianku pada dia. 'petinggi' kelas yang nggak pernah pengertian sama 'kacung'nya. Aku. 
Harapanku kali ini benar - benar tidak didengarkan oleh Tuhan. Mungkin dia nyasar. Hanya karena tugas, memaksaku untul melontarkan segala argumenku di sini. Tapi apa? Percuma. Tabiatnya yang benar - benar tidak mau kalah tidak sebanding dengan aku yang selalu merasa direndahkan. Aku haruis mengalah. Lagi. Sudahlah, biarkan! Aku sadar, aku bukan siapa - siapa. Aku sadar, aku tak pantas ada di antara mereka. Tapi, sebenarnya sakit yang kurasakan terasa benar - benar kesakitan orang sekarat. Tak ada gunanya aku di sini. Aku ingin mati.
Tapi, saat jam pulang sekolah aku lebih memilih berdiri menatap langit dari dalam kelasku sendiri. Hening. Aku sendiri. Hanya suara lembut detak jam yang menemani waktuku. Aku berfikir "tak pantaskah aku hidup di dunia ini? Apa hanya dia yang pantas menang dan merasakan indahnya kemenangan?" air mataku menetes. Sekali lagi, aku harus menangis karena kemenangannya. "bukankah aku juga hidup? Bukankah Tuhan itu adil? Pasti ada ruang untuk kemenanganku! Bukan hanya dia yang pentas menang di panggung kehidupan ini!" pikirku. 
"aaaaaaaaaaaa!!!!!" aku frustasi. Tuhan pasti adil! Pasti ada ruang kemenangan untukku! Aku harus bisa melampiaskan semua kesakitan ini di depannya. Semua manusia punya kesempatan menang! Tak pandang status, jabatan, ataupun harta yang dimilikinya. Semua orang punya hak! Tak hanya para 'petinggi' yang boleh menang! Para 'kacung' juga punya hak untuk didengarkan. Para 'kacung' juga punya hak untuk kemenangan!
Bismillah... semoga hari ini aku bisa melampiaskan rasa sakitku padanya. Tidak. Hari ini aku harus melihat 'petinggi' itu dekat dengan pujaan hatiku. Rasanya, seperti ribuan pedang ditusukkan bersamaan dalam satu waktu. Tapi, sakitnya lagi aku belum  mati. Sebenarnya, dia punya perasaan atau tidak? Bayangkan saja, sebenarnya dia tau begitu besar rasa sayangku pada pujaan hatiku. Tapi apa? Dia malah dengan PD nya dekat - dekat dengan sang pangeran. Padahal dia tahu, aku ada di situ. "dasar setan!" batinku dalam hati. Aku berlari ke luar kelas. Menangis.
Aku berharap siang ini ada debat lagi. Benar. Perdebatan terjadi.
"Hey, Sa! Apa yang kamu bilang tadi salah. Seharusnya nggak gitu!" bentaknya pada, Risa yang menerangkan tugas pada yang lain.
"Jelasin, Na!" dengan santainya dia menyuruhku. 
Setelah kujelaskan....
"Bukan gitu, Na! Ahh.. kalian ini semuanya salah pengertian!" ucapnya dengan sombong. Semua anak tertunduk merasa bersalah. Aku berani angkat bicara.
"Kamu itu gimana sih? Gini salah, gitu salah. Terus yang bener gimana?!" aku juga berani bentak dia.
"yang bener itu kayak punyaku!" katanya dengan nada sombong.
"enak banget kamu! Kamu tau? kamu itu selalu bilang kalau punyamu itu benar! Padahal enggak! Nggak semua yang kamu katakan itu benar! Kamu itu bukan malaikat yang sama sekali tak punya kesalahan! Serendah apapun aku, dan setinggi apapun kamu, kamu itu pernah salah dan aku juga pernah benar! Ngerti?" sekali lagi aku juga punya hak untuk bicara.
Nayla si sombong terdiam. Dia hampir mencoba untuk menjawab.
"dan, nggak semua petinggi kayak kamu selalu benar! Nggak semua perkataanmu adalah benar! Aku, walaupun aku bukan siapa - siapa, tapi aku juga pernah benar! Nggak selamanya aku harus ngalah. Kamu tau, udah berapa ribuan tetes airmata netes cuma buat nangisin kekalahanku? Aku selalu merasa salah, karena semua perkataan somobongmu itu. Jadi, kuingatkan sekali lagi. Setinnggi apapun kamu, kamu pasti pernah salah. Dan serendah apapun aku, ada kalanya apa yang kukatakan adalah benar. Makasih!"
Aku meninggalkan kelas itu dengan penuh kebanggaan. Aku berhasil mengungkapkan segala rasa sakitku. Emang cuma dia yang bisa benar? Aku juga bisa! ***